Sumsel, DN-II Warga transmigrasi di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan, terus berjuang mendapatkan hak atas Lahan Usaha II (LU II) mereka yang seluas 282 Hektar (Ha), yang hingga kini masih tumpang tindih dengan Hak Guna Usaha (HGU) milik PT Hamita Utama Karsa (PT HUK). Perjuangan hukum dan aksi damai ini telah berlangsung selama bertahun-tahun sejak penempatan mereka pada tahun 2000.
Awal Penempatan dan Alokasi Lahan Transmigrasi
Pada tahun 2000, sebanyak 300 Kepala Keluarga (KK) transmigran dari Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta ditempatkan di lokasi tersebut. Penempatan ini berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres), Surat Keputusan (SK) Menteri, dan SK Gubernur tahun 1999.
Setiap KK seharusnya mendapatkan alokasi lahan dengan rincian sebagai berikut:
- Lahan Pekarangan (LP): 0,5 Ha
- Lahan Usaha I (LU I): 0,5 Ha
- Lahan Usaha II (LU II): 2 Ha
Dari total 300 KK, sebanyak 151 KK telah mendapatkan hak penuh atas seluruh alokasi lahan, termasuk LU II. Namun, ironisnya, 149 KK sisanya tidak dapat memanfaatkan LU II mereka karena lahan yang dialokasikan masuk ke dalam areal HGU PT HUK.
Upaya Hukum dan Instruksi Pemerintah Daerah
Masyarakat tidak tinggal diam dan terus berupaya melalui jalur hukum dan pemerintahan. Beberapa perkembangan penting telah terjadi:
- 2016: Bupati Musi Banyuasin mengeluarkan surat putusan pada 11 Januari 2016 yang menginstruksikan pihak PT HUK untuk mengembalikan lahan seluas 282 Ha kepada masyarakat beserta seluruh administrasi yang terkait.
- DPRD Musi Banyuasin juga telah mengeluarkan instruksi tegas kepada PT HUK agar segera mengembalikan tanah sengketa tersebut.
Negosiasi yang Kandas dan Penolakan Kompensasi
Pada tahun 2019, masyarakat melakukan demonstrasi ke Gedung Gubernur dan Kantor ATR/BPN. Dalam aksi ini, PT HUK memberikan janji penyelesaian. Namun, janji tersebut kandas dan berujung pada tawaran kompensasi yang ditolak tegas oleh masyarakat.
PT HUK menawarkan kompensasi sebesar Rp300.000 per bulan kepada setiap KK yang kehilangan hak lahannya. Masyarakat menolak tawaran tersebut, menilai bahwa jumlah kompensasi itu tidak sesuai dengan peri kemanusiaan yang adil dan beradab dan tidak sebanding dengan nilai ekonomi serta hak atas lahan yang hilang.
Aksi Damai dan Tuntutan Utama Masyarakat
Saat ini, tim kuasa hukum dari 149 KK masih berupaya dan mengadukan permasalahan ini ke Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel). Mereka mendesak pemerintah untuk merevisi HGU PT HUK agar hak masyarakat dapat dipulihkan. Upaya ini telah mempertemukan tim kuasa hukum dengan Kepala Dinas Perkebunan yang berjanji akan memfasilitasi mediasi dengan pihak-pihak terkait.
Secara paralel, masyarakat menggelar aksi damai di kebun yang menjadi objek sengketa. Aksi ini menunjukkan tekad masyarakat untuk menginap di lokasi sampai tercapai kesepakatan yang masuk akal dan tidak merugikan kedua belah pihak.
Tuntutan masyarakat hanya satu:
”Pihak PT HUK harus mengembalikan lahan seluas 298 Ha (sesuai tuntutan masyarakat) atau 282 Ha (sesuai putusan bupati) yang merupakan Lahan Usaha II yang diperuntukkan bagi 149 KK masyarakat transmigrasi sesuai dengan SK Gubernur.”
Perjuangan ini adalah cerminan dari tuntutan keadilan agraria, di mana hak-hak masyarakat atas lahan harus diutamakan dan dilindungi oleh negara.
Red
Eksplorasi konten lain dari
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
