BREBES, DN-II Keresahan masyarakat di Kecamatan Ketanggungan, Brebes, mencapai puncaknya. Sebuah warung yang diidentifikasi sebagai warung ‘Aceh’ dan berlokasi strategis di Jalan Baru, Ketanggungan, diduga kuat menjadi pusat peredaran gelap obat-obatan keras ilegal, termasuk jenis Tramadol dan Trihexyphenidyl (Hexymer/Extimer).
Kekhawatiran ini mencuat seiring dengan maraknya penjualan bebas obat-obatan Daftar G (Gevaarlijk) tersebut tanpa resep dokter dan tanpa izin edar resmi.
Kondisi ini dinilai sangat membahayakan dan mengancam masa depan generasi muda di Brebes, khususnya di wilayah Ketanggungan. Keresahan ini terekspresikan secara terbuka lama beredar.
Seruan Warga: Lindungi Anak Muda dari Ancaman Narkotika
Masyarakat, khususnya warga Dukuh Tengah, menyuarakan desakan kuat agar aparat penegak hukum segera mengambil tindakan tegas. Mereka khawatir lokasi warung yang mudah diakses menjadi pintu masuk bagi anak-anak muda untuk terjerumus dalam penyalahgunaan zat berbahaya.
”Kami merasa cemas dan khawatir dengan anak-anak kami yang sudah beranjak muda. Kami berharap kepada pihak kepolisian tidak segan-segan untuk melindungi generasi muda Brebes dari ancaman obat-obatan terlarang ini. Hal ini (penjualan obat) bisa merusak masa depan mereka,” tegas Ik (45 tahun), seorang warga Dukuh Tengah, menyampaikan kecemasan mendalamnya sebagai orang tua. Kamis, (30/10/2025).
Ancaman Pidana Serius: Penjual Dapat Dihukum Belasan Tahun Penjara
Praktik peredaran obat keras tanpa kewenangan dan izin yang sah merupakan tindak pidana serius yang memiliki konsekuensi hukum berat. Penjualan ilegal obat jenis Tramadol dan Hexymer dapat dijerat dengan undang-undang berlapis, antara lain:
Pasal 197 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
Ancaman pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah) bagi yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi tanpa izin edar.
Pasal 196 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan:
Ancaman pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) bagi yang memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar keamanan dan mutu.
Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951:
Regulasi yang kerap digunakan untuk menjerat pelaku peredaran obat keras secara ilegal.
Kondisi darurat peredaran obat ilegal ini memicu desakan kolektif agar pihak berwenang, terutama Kepolisian dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), segera melakukan penertiban dan penegakan hukum terhadap warung-warung yang terindikasi menjadi sarang peredaran obat keras tanpa izin.
Tindakan cepat dan tegas diperlukan demi menyelamatkan masa depan generasi muda Brebes dari jerat penyalahgunaan zat berbahaya.
Tim
Eksplorasi konten lain dari
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
