BANYUASIN, SUMSEL. DN-II – Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemerintah Kabupaten Banyuasin Tahun Anggaran 2024 menjadi pusat kontroversi menyusul dugaan penyimpangan serius yang diindikasikan sebagai “santapan korupsi berjemaah”. Sorotan utama mengarah pada alokasi Belanja Pegawai yang melanggar batas ketentuan dan minimnya dana yang dialokasikan untuk pengembangan kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN). (22/11/2025).
1. Belanja Pegawai Lewati Batas Maksimum 30%
Berdasarkan dokumen APBD 2024, realisasi Belanja Pegawai (di luar tunjangan guru dari TKD) mencapai 32,07% dari total belanja APBD.
Pelanggaran Aturan: Angka ini jelas melampaui batas maksimum 30% yang diamanatkan oleh Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 15 Tahun 2023.
Nilai Fantastis: Realisasi Belanja Pegawai tercatat mencapai Rp1.037.353.840.706,00.
Pengakuan Pemda: Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) melalui BPKAD mengakui telah mengetahui kelebihan porsi ini sejak penyusunan APBD tahun-tahun sebelumnya. Mereka berdalih kelebihan porsi disebabkan kendala jumlah ASN yang harus dibayarkan, termasuk penambahan sekitar 4.000 Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) Tahap I pada tahun 2025.
Catatan Menkeu: Surat pertimbangan tambahan penghasilan dari Menteri Keuangan (Nomor 900.1.1/1282/Keuda tanggal 20 Februari 2024) bahkan mencatat porsi Belanja Pegawai di Banyuasin sebesar 32,90% di tahun 2024, menunjukkan peningkatan dari 32,60% di tahun 2023.
2. Anggaran Pelatihan ASN Jauh di Bawah Minimal
Selain pembengkakan Belanja Pegawai, Pemkab Banyuasin juga gagal memenuhi kewajiban penganggaran mandatory spending untuk pengembangan kompetensi ASN.
Kewajiban Minimum: Pemkab wajib mengalokasikan minimal 0,16% dari total belanja daerah, yang seharusnya sebesar Rp4.297.775.848,35.
Realisasi Mangkrak: Realisasi anggaran untuk kursus, pelatihan, dan bimbingan teknis ASN pada 2024 hanya Rp3.900.774.000,00, jauh di bawah batas minimal.
Kondisi ini tidak hanya melanggar Peraturan Mendagri Nomor 15 Tahun 2023, tetapi juga berisiko menyebabkan kompetensi jabatan ASN tidak terpenuhi.
3. Tata Kelola Kepegawaian Amburadul
Pembengkakan Belanja Pegawai diperparah oleh buruknya manajemen kepegawaian di Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM).
Data Tidak Andal: Terjadi perubahan drastis dan tidak terjelaskan dalam data ASN, yakni penurunan 1.108 PNS dan kenaikan 3.109 PPPK dibandingkan akhir 2023.
Abaikan Peta Jabatan: BKPSDM tidak memedomani Peraturan Bupati tentang Peta Jabatan. Pengadaan ASN (PNS dan PPPK) dilakukan berdasarkan permintaan SKPD tanpa evaluasi kesesuaian peta jabatan.
Tanpa Prioritas: BKPSDM bahkan tidak memiliki daftar kebutuhan jabatan dan jabatan prioritas untuk pengadaan ASN.
4. Dampak dan Desakan Hukum
Pelanggaran-pelanggaran ini memiliki dampak serius, yaitu menghambat pembangunan daerah karena berkurangnya anggaran untuk infrastruktur dan belanja operasional lain.
Menanggapi temuan-temuan ini, Pimpinan Umum Media Rajawali News Grup, Ali Sopyan, mendesak keras pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) melalui Tipikor untuk segera mengusut dugaan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan APBD yang berpotensi merugikan keuangan negara.
Bupati Banyuasin telah menyatakan sependapat dengan temuan ini dan berjanji akan menindaklanjuti sesuai rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun, desakan publik dan media kini berfokus pada langkah Kejati untuk memastikan akuntabilitas hukum.
Tim Prima
Eksplorasi konten lain dari
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
