Brebes, DN-II Kecamatan Bebes kini tengah menghadapi situasi genting setelah menerima surat peringatan keras dari Kementerian Lingkungan Hidup terkait penanganan sampah. Dengan volume sampah harian yang diperkirakan mencapai seribu ton untuk wilayah Bebes Utara dan Selatan, langkah konkret dan segera harus diambil.
Fokus utama penanganan kini beralih dari solusi teknologi mahal di hilir, menuju pemberdayaan masyarakat sebagai kunci solusi di tingkat hulu.
Hal ini menjadi temuan utama bagi Rahmat, seorang Fasilitator Penanganan Sampah yang ditugaskan selama tiga bulan oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Bebes. Tugasnya adalah memetakan kesulitan penanganan sampah di tingkat masyarakat, desa, dan sekolah.
“Secanggih apapun mesin, sebesar apapun dana, ketika persampahan tidak ditata dan dikelola dari hulu ke hilir, kita akan kewalahan di pengolahan terakhir,” ujar Rahmat pada Selasa (18/11/2025).
Akar Masalah: Salah Persepsi dan Beban TPA yang Kolaps
Menurut data, sumber sampah terbesar—mencapai 60% dari total volume—berasal langsung dari rumah tangga. Ketika penanganan dari sumber bermasalah, yang terjadi hanyalah tumpukan dan saling menyalahkan.
Masalah mendasar lain yang diidentifikasi Rahmat adalah miskonsepsi publik mengenai TPA (Tempat Pemrosesan Akhir).
“Jika masyarakat tahunya TPA adalah tempat pembuangan akhir, mereka akan merasa bebas membuang sampah tanpa memilah, karena merasa sudah pada tempatnya. Padahal, beban di TPA akan tidak tertanggulangi jika semua sampah tercampur,” jelasnya.
Oleh karena itu, pemilahan di sumber (hulu) adalah wajib. Kapasitas TPA di Bebes yang sudah kelebihan beban hanya dapat diatasi jika masyarakat mulai memilah, mengurangi volume yang masuk ke hilir secara signifikan.
Intervensi Tiga Pilar: Desa, Sekolah, dan Rumah Tangga
Pemerintah Kabupaten Bebes merespons cepat dengan menerjunkan Tenaga Fasilitator Lingkungan (TFL) di setiap kecamatan. Intervensi utama difokuskan pada tiga pilar:
1. Desa: Didorong dengan Kompetisi Berhadiah
Bupati Bebes telah mencanangkan Lomba Bebes Beres Sampah pada Februari 2026. Lomba ini menawarkan hadiah total Rp250 juta bagi desa yang berhasil mengelola sampahnya, menciptakan insentif kuat bagi perubahan kolektif.
2. Sekolah: Lingkungan yang Mudah Dikondisikan
Sekolah menjadi fokus penting karena mudah dikondisikan dan edukasi di sini sangat krusial. Tantangan utamanya adalah komposisi sampah sekolah yang didominasi plastik, mencapai 70%.
Untuk mengatasi dominasi plastik residu (bungkus berbalut aluminium, sachet), solusi praktis yang didorong adalah:
EcoBrick: Pemanfaatan botol plastik yang diisi padat dengan sampah residu yang tidak bisa diolah TPA.
Inovasi Plastik Olahan: Pengolahan plastik jenis tertentu menjadi produk bernilai seperti paving block atau furnitur (satu kursi membutuhkan sekitar 30 kg plastik).
Sebagai langkah awal, pembentukan Bank Sampah sekolah dan Gerakan Sedekah Sampah didorong untuk menumbuhkan kesadaran manfaat ekonomi dari sampah di kalangan siswa.
3. Komposter Murah: Solusi Instan Sampah Organik
Untuk sampah organik sisa makanan yang berkontribusi 60% dari total volume, Rahmat dan timnya memperkenalkan alat komposter yang mudah dijangkau.
Dengan biaya hanya sekitar Rp3.000,00 untuk bubuk pemroses, inisiatif ini bertujuan agar setiap rumah tangga memiliki satu alat komposter. 
”Apabila ada sisa makanan atau nasi, cukup masukkan ke dalam komposter. Ini adalah solusi konkret untuk mengurangi 60% volume sampah langsung di sumbernya,” jelas Rahmat.
Analisis Realistis Inovasi Pengolahan
Mengenai inovasi pengolahan seperti mengubah sampah plastik menjadi BBM atau briket organik (Bobibos), Rahmat menyebutnya hal yang bagus untuk upcycle (peningkatan nilai) dari nol rupiah.
Namun, ia menekankan perlunya analisis realistis. Tidak semua plastik (seperti styrofoam, PVC, mika, dan plastik berbalut aluminium) bisa diolah menjadi BBM. Hanya plastik jenis LDPE dan HDPE (plastik gula, es, kresek) yang ideal untuk proses ini.
Oleh karena itu, kunci untuk mengatasi darurat sampah Bebes adalah pemberdayaan masyarakat untuk memilah dan menggunakan solusi spesifik untuk setiap jenis sampah (pengomposan untuk organik, EcoBrick untuk plastik residu). Intervensi hulu inilah yang akan memastikan aliran sampah ke hilir menjadi lebih tertangani.
Red/Teguh
Eksplorasi konten lain dari
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
