LAHAT, DN-II Kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) dan pemalsuan dokumen pertanggungjawaban di Desa Lubuk Layang Ilir, Kecamatan Kikim Timur, Kebal hukum di duga keras ada beking bertaring tajam maling teriak maling, (11/11/2025).
Terbukti kades tersebut Masi berkeliaran bak herder kelaparan . Diminta jajaran Polda Sumsel turun tangan pasalnya pihak jajaran polres lahat di duga Kuwat mandul menghadapi kasus korupsi . Pasalnya
kini menjadi sorotan tajam masyarakat. Berdasarkan laporan pengaduan warga dan data audit digital, total Dana Desa (DD) yang dikelola sejak 2018 hingga 2025 yang mencapai Rp 5,4 miliar disinyalir mengalami penyimpangan besar, ditandai dengan proyek fiktif dan mangkrak di tengah status desa yang masih dikategorikan Tertinggal (2021-2023).
Masyarakat setempat menyayangkan lambannya respons dan penanganan hukum oleh aparat penegak hukum (APH) terhadap terduga kuat pelaku. Publik secara khusus mempertanyakan karena lambannya penanganan ini berisiko memungkinkan terduga Kades masih leluasa beraktivitas dan berinteraksi dengan saksi kunci. Meskipun dugaan ini telah menguat dengan adanya sejumlah bukti administrasi, APH dinilai belum mengambil tindakan tegas, seperti penangkapan atau perintah audit forensik total, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan potensi hilangnya barang bukti atau upaya perintangan penyidikan (obstruction of justice).
Perwakilan masyarakat yang mengadvokasi kasus ini mengungkapkan adanya dugaan kolusi terencana yang melibatkan Kepala Desa (Kades) dan pihak luar. Modus operandi yang disoroti mencakup:
Pemalsuan Tanda Tangan Massal: Investigasi membuktikan bahwa semua tanda tangan Sekretaris Desa pada seluruh dokumen Laporan Pertanggungjawaban (LPJ)/Surat Pertanggungjawaban (SPJ) Dana Desa dari 2018 hingga 2025 diduga kuat telah dipalsukan secara sistematis atas perintah Kades.
Pembayaran untuk Jasa LPJ Fiktif: Kades Lubuk Layang Ilir diduga menyewa jasa seorang individu berinisial Sdri. R, seorang pendamping desa dari desa lain, khusus untuk menyusun LPJ Desa. Sdri. R disebut diupah sebesar Rp 12 Juta per tahun dari Dana Desa, yang mengindikasikan adanya gratifikasi dan penyalahgunaan wewenang.
Dugaan Manipulasi Dana Aspirasi: Kolusi LPJ ini juga diduga digunakan untuk mencampuradukkan Dana Aspirasi dari salah satu Anggota Dewan, termasuk bantuan sapi senilai Rp 140 Juta pada tahun 2024, ke dalam LPJ Dana Desa.
Audit data sementara yang dipegang oleh publik menguatkan dugaan kerugian negara yang fantastis dari beberapa proyek:
Proyek Sumur Bor Mangkrak (Rp 1,12 Miliar): Desa menghabiskan total Rp 1.123.398.870 (DD) untuk proyek Sumur Bor (2019-2024). Namun, proyek-proyek ini dilaporkan tidak berfungsi optimal atau mangkrak. Salah satu unit Sumur Bor tahun 2019 dianggarkan hingga Rp 360.491.680, disinyalir sebagai indikasi markup ekstrem.
Proyek Fiktif ‘Kolam Ikan’: Proyek Pemeliharaan Karamba/Kolam Perikanan Darat Tahun 2024 menelan biaya Rp 87.446.600, tetapi secara fisik diklaim tidak ditemukan di lokasi.
Pemotongan Gaji Staf: Eksploitasi finansial staf desa terjadi sejak 2017. Gaji Sekretaris Desa dipotong dengan skema: Rp 200.000 per bulan (2017-2019) dan melonjak menjadi Rp 805.000 per bulan (2020-2024). Gaji perangkat desa lainnya juga dipotong Rp 350.000 setiap bulannya.
Masyarakat juga menduga adanya upaya Perintangan Penyidikan di mana Kades dilaporkan memohon kepada Sekretaris Desa agar mengakui tanda tangan palsu tersebut, sebuah tindakan yang secara tersirat menguatkan adanya praktik pemalsuan dokumen.
Masyarakat Desa Lubuk Layang Ilir mendesak Kejaksaan, Kepolisian, dan Tipikor Polda Sumsel untuk segera bertindak dan memproses hukum secara adil dan transparan. Tuntutan utama publik adalah:
Tindakan Tegas dan Penangkapan: Mendesak penangkapan segera terhadap Kades Desa Lubuk Layang Ilir dan Sdri. R atas dugaan Tipikor, Pemalsuan Dokumen, dan Obstruction of Justice.
Audit Forensik Total: Mendesak Bupati Lahat dan Inspektorat Kabupaten untuk segera memerintahkan Audit Investigatif Forensik Total terhadap seluruh LPJ DD dari tahun 2018 hingga 2025.
Investigasi Mendalam Dana Pandemi: APH diwajibkan untuk menyoroti LPJ periode 2020 hingga akhir pembatasan COVID-19, terutama menginvestigasi klaim kegiatan yang tertulis di LPJ dan dugaan masalah dalam alokasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) yang disinyalir bermasalah.
Perlindungan Saksi Kunci: Meminta agar perlindungan saksi kunci segera diberikan kepada Sekretaris Desa untuk menjamin keamanan dan kelancaran proses penyidikan.
Publisher: PRIMA
Eksplorasi konten lain dari
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
