Palembang, DN-II Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sumatera Selatan (Sumsel) menunjukkan ketegasannya dalam memberantas korupsi.
Setelah melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di Kantor Camat Pagar Gunung, Kabupaten Lahat, Kamis (24/7/2025), Kejati Sumsel resmi menahan dua tersangka kasus dugaan korupsi dana desa. Kedua tersangka adalah N, Ketua Forum Kepala Desa (Kades) Kecamatan Pagar Gunung, dan JS, Bendahara Forum Kades Kecamatan Pagar Gunung.
Keduanya ditetapkan sebagai tersangka pada hari Jumat (25/7/2025) setelah tim penyidik mengumpulkan alat bukti yang cukup dari hasil pemeriksaan intensif. Penetapan ini berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: TAP-19/L.6.5/Fd.1/07/2025 dan TAP-20/L.6.5/Fd.1/07/2025, keduanya tertanggal 25 Juli 2025.
“Dari hasil pemeriksaan, tim penyidik telah mengumpulkan alat bukti yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP. Oleh karena itu, tim penyidik Kejati Sumsel telah menetapkan dua orang sebagai tersangka,” jelas Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari, S.H., M.H., kepada media ini, Jumat (25/7/2025).
Modus Operandi dan Penahanan Tersangka
Kedua tersangka saat ini telah ditahan di Rumah Tahanan Negara Kelas I Palembang selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 25 Juli 2025 hingga 13 Agustus 2025.
Modus operandi yang digunakan kedua tersangka adalah meminta iuran sebesar Rp7.000.000 per tahun kepada setiap kepala desa dengan dalih untuk biaya forum, seperti kegiatan sosial dan silaturahmi dengan instansi pemerintah.
Untuk tahap awal, para kades telah menyerahkan uang masing-masing sebesar Rp3.500.000 kepada JS selaku bendahara, yang sumber dananya berasal dari Anggaran Dana Desa (ADD) dan termasuk dalam keuangan negara.
“Ditemukan fakta bahwa perbuatan kedua tersangka ini tidak hanya dilakukan pada tahun 2025, tetapi juga dilakukan pada tahun-tahun sebelumnya,” tambah Vanny.
Pasal yang Disangkakan dan Prioritas Penanganan Perkara
Para tersangka dijerat dengan beberapa pasal berlapis Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, antara lain:
Kesatu:
Primer: Pasal 2 Ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Subsidair: Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Atau Kedua: Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Atau Ketiga: Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Meskipun kerugian negara yang diidentifikasi saat ini sebesar Rp65.000.000, Kejati Sumsel menegaskan bahwa nilai kerugian bukanlah satu-satunya fokus. “Yang lebih penting adalah perbuatan mereka ini menyebabkan anggaran dana desa yang seharusnya dimanfaatkan untuk masyarakat desa namun terjadi penyimpangan,” tegas Vanny.
Saat ini, tim penyidik masih terus mendalami dugaan aliran dana ke Aparat Penegak Hukum (APH). Kejaksaan juga akan mendampingi seluruh Kepala Desa melalui jalur Intelijen dan Datun (Perdata dan Tata Usaha Negara) dalam pengelolaan Anggaran Dana Desa guna menciptakan tata kelola yang anti korupsi.
Sampai saat ini, sudah kurang lebih 20 orang saksi telah diperiksa terkait kasus ini.
Tim red
Eksplorasi konten lain dari
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
