Detik Nasional
Mengapa Weton Penting dalam Spiritual Jawa?
Nasional, DN-II Weton, gabungan hari lahir dalam kalender Masehi dan hari pasaran dalam kalender Jawa (Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon), adalah salah satu pilar utama dalam tradisi spiritual Jawa. (13/8/2025).
Dalam kitab Primbon Jawa, weton bukan sekadar tanggal lahir. Ia diyakini menyimpan peta karakter, potensi, dan bahkan takdir seseorang. Contohnya, weton Selasa Wage memiliki makna tersendiri yang berbeda dengan weton lainnya.
Memahami weton berarti memahami diri sendiri melalui kacamata budaya dan kearifan lokal. Ini adalah langkah awal untuk menyelaraskan diri dengan alam, masyarakat, dan kehendak Tuhan. Tanpa pemahaman ini, seseorang mungkin belum sepenuhnya menyentuh inti dari spiritualitas Jawa yang kaya dan mendalam.
Integrasi dengan Nilai-nilai Al-Qur’an
Apakah konsep weton bertentangan dengan ajaran Islam? Jawabannya tidak. Spritual Jawa, termasuk weton, dapat diselaraskan dengan nilai-nilai Al-Qur’an. Tradisi Jawa mengajarkan pentingnya harmoni (keselarasan), baik dengan alam maupun dengan sesama.
Hal ini sejalan dengan ajaran Islam tentang hablum minannas (hubungan dengan sesama manusia) dan hablum minallah (hubungan dengan Allah SWT).
Pentingnya Budi Pekerti: Primbon Jawa mengajarkan budi pekerti yang luhur dan sikap welas asih. Ini sejalan dengan firman Allah dalam Al-Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 21 yang menyebutkan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah teladan terbaik dalam akhlak.
Pengabdian kepada Tuhan: Spiritual Jawa mengajarkan tentang manunggaling kawula gusti (bersatunya hamba dengan Tuhannya), yang juga merupakan tujuan utama dalam ajaran Islam, yaitu untuk mencapai ketakwaan. Ini tercermin dalam Al-Qur’an Surat Adz-Dzaariyat ayat 56 yang menyatakan bahwa manusia diciptakan hanya untuk beribadah kepada-Nya.
Dengan demikian, spiritualitas Jawa yang berlandaskan weton bukanlah ajaran yang berdiri sendiri, melainkan dapat menjadi jembatan untuk memperdalam hubungan kita dengan Allah SWT.
Menemukan Jalan Spiritual yang Sesuai
Memahami weton dan nilai-nilai Al-Qur’an bukan untuk menghakimi jalan spiritual orang lain. Sebaliknya, hal ini untuk menunjukkan bahwa setiap jalan spiritual memiliki kekayaan dan keunikannya masing-masing.
Bagi mereka yang mengaku spiritualis, namun belum mengenal weton, ini bisa menjadi kesempatan untuk kembali menggali akar spiritual mereka. Anda bisa memulai dengan mempelajari weton Anda sendiri dan menghubungkannya dengan nilai-nilai kebaikan yang diajarkan oleh agama Anda. Karena pada dasarnya, semua jalan spiritual mengarah pada tujuan yang sama: menemukan kedamaian dan harmoni batin.
Mengintegrasikan Zaman Kenabian ke dalam Perspektif Spiritual Jawa
Dalam tradisi spiritual Jawa, pemahaman terhadap waktu dan siklus kehidupan sangatlah mendalam. Hal ini tidak hanya terbatas pada siklus weton, namun juga dapat diperluas untuk memahami zaman kenabian sebagai bagian dari rentetan sejarah manusia yang telah digariskan oleh Tuhan. Dengan menyandingkan kearifan Jawa dengan sejarah para nabi, kita dapat menemukan titik temu yang memperkaya spiritualitas.
1. Nabi Adam AS (Manusia Pertama dan Awal Mula Peradaban)
Dalam primbon Jawa, Nabi Adam AS dapat dianalogikan sebagai purwa (awal), yaitu permulaan dari segala sesuatu. Zaman ini melambangkan tahap dasar dalam kehidupan spiritual, di mana manusia baru memulai perjalanannya. Primbon Jawa mengajarkan bahwa setiap awal harus dilandasi dengan niat yang suci, sama seperti awal penciptaan manusia yang dilandasi oleh kehendak Tuhan.
2. Nabi Nuh AS (Ujian dan Keselamatan)
Kisah Nabi Nuh AS dan banjir besar dalam Al-Qur’an Surat Hud ayat 25-49 memiliki makna yang mendalam. Dalam perspektif Jawa, zaman ini dapat dikaitkan dengan konsep ujian (pacoban) yang harus dihadapi manusia. Bahtera Nabi Nuh melambangkan usaha dan ketaatan manusia dalam menghadapi cobaan dari Tuhan. Orang yang memiliki keteguhan hati dan berpegang teguh pada ajaran-Nya akan selamat, sejalan dengan ajaran Primbon Jawa tentang pentingnya kesabaran dan keikhlasan.
3. Nabi Ibrahim AS (Pencarian Tuhan dan Pengorbanan)
Nabi Ibrahim AS dikenal sebagai nabi yang mencari Tuhannya hingga akhirnya menemukan kebenaran. Dalam spiritual Jawa, kisah ini mencerminkan konsep manunggal (bersatu) dengan Tuhan. Pencarian Nabi Ibrahim AS dapat diinterpretasikan sebagai perjalanan batin (laku batin) yang harus ditempuh manusia untuk mencapai makrifatullah, yaitu mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Pengorbanannya untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail AS, juga merupakan simbol dari melepaskan ego duniawi demi ketaatan mutlak kepada Tuhan.
4. Nabi Musa AS (Pelepasan dari Penindasan dan Petunjuk Ilahi)
Kisah Nabi Musa AS dan Firaun dalam Al-Qur’an Surat Al-A’raf ayat 103-156 adalah simbol dari perjuangan melawan kezaliman dan kegelapan. Dalam perspektif Jawa, ini sejalan dengan konsep pembebasan (mardika), yaitu melepaskan diri dari belenggu hawa nafsu dan kezaliman. Mukjizat Nabi Musa AS yang membelah laut dapat diartikan sebagai petunjuk Tuhan yang datang di saat-saat genting, menegaskan bahwa pertolongan Allah akan selalu ada bagi hamba-Nya yang berjuang di jalan kebenaran.
5. Nabi Muhammad SAW (Penyempurna Akhlak dan Keseimbangan Hidup)
Nabi Muhammad SAW, dalam pandangan Jawa dan Islam, adalah sang purna (yang sempurna). Beliau datang untuk menyempurnakan akhlak manusia dan membawa ajaran yang seimbang antara dunia dan akhirat. Dalam Primbon Jawa, konsep keseimbangan ini sangat ditekankan, yaitu seimbang antara lair dan batin, serta keseimbangan antara hablu minallah dan hablu minannas. Nabi Muhammad SAW adalah teladan terbaik yang mewujudkan konsep keseimbangan ini, yang juga merupakan inti dari ajaran spiritual Jawa yang sejati.
Kesimpulan
Dengan mengintegrasikan zaman lahirnya para nabi ke dalam kerangka spiritual Jawa, kita tidak hanya memperkaya pemahaman sejarah, tetapi juga memperkuat keyakinan bahwa semua nabi datang membawa misi yang sama: menuntun manusia kembali ke jalan yang lurus. Ini menegaskan bahwa spiritualitas sejati bersifat universal, dan dapat ditemukan dalam setiap tradisi, termasuk dalam kearifan lokal Jawa, selama ia tidak bertentangan dengan ajaran fundamental dari Al-Qur’an.
Artikel: Brebes, 13 Agustus 2025
Red/Cs
Eksplorasi konten lain dari
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

