Jakarta, DN-II pertemuan Presiden ke-8 menerima presiden ke-7 di kediaman Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Jumat malam (6/12/2024).
Sahdan, sekitar pukul 21.00 WIB setelah sekitar satu jam bertemu. Presiden ke-8 turut mengantar Presiden ke-7 ke luar. Kepada awak media, dengan bahasa ringan, topik pertemuan berdua hanya “makan”. “Jadi kita makan, ayam goreng dan macem-macem lah”, kata presiden ke-8.
“Beliau Bapak Presiden dulu waktu ke Merauke kan kemudian mampir ke Solo. Ini saya pas ke Jakarta kayak kunjungan balasan, karena kangen,” jawab Presiden ke-7.
Kata “makan” menjadi menarik, sebab sejatinya yang penting bukan makannya, tapi perbincangan apa yang dilakukan sebelum, dan sesudah acara makan. Apalagi perbincangan “di sela-sela” makan, biasanya lebih cair, diselingi canda, yang menambah selera.
Kata “makan” menjadi bernilai politik. Ketika kemudian media mengendus, “ada apa dengan acara makannya”.
Kata “makan” jamak bermakna ganda, berbagai pertemuan, makan selalu ditempatkan menjadi bagian dari jeda, bukan agenda intinya. “Makan” adalah penghantar terbaik perbincangan, pintu masuk menuju tujuan. Apalagi untuk “menjamu” tamu.
Seperti tradisi, setiap hari kita disuguhi menu makan setiap hari, “makan gaji buta, makan teman, makan hati, makan angin, makan tempat, dan menu-menu makan yang lain.
Dalam konteks kediaman, bukan di istana, pertemuan makan presiden ke-7 dan presiden ke-8, menunya biasa, tapi mak nyus punya, sebab keduanya sudah “makan asam garam”.
Red/Agung M
Eksplorasi konten lain dari
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
