BREBES, DN-II Rapat internal Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Insan Pers Jawa Tengah (IPJT) yang diselenggarakan sebagai Pra-Musyawarah Nasional Luar Biasa (Pra-Munaslub) pada Minggu, 23 November 2025, di RM Bebakaran, Desa Pangkah, Kab. Tegal, berubah menjadi ajang evaluasi kritis terhadap status kepengurusan tertinggi organisasi.
​Pertemuan yang dihadiri delegasi DPC ini menghasilkan sorotan tajam, di mana masa bakti Pejabat Sementara (PJ) DPP dinyatakan telah berakhir, secara otomatis menempatkan kepengurusan DPP saat ini dalam status demisioner. Forum mendesak keputusan segera untuk menentukan legitimasi organisasi ke depan.
​I. Analisis Kritis: Masa Bakti PJ Berakhir, AD/ART Dianggap Mandul
​Seorang analis dan pembicara kunci dalam forum tersebut, yang tidak disebutkan namanya dalam sumber, memulai kritik dengan menyoroti pelanggaran terhadap Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) IPJT.
​”Merujuk pada ketentuan AD/ART, masa bakti maksimal seorang Pejabat Sementara (PJ) adalah enam bulan,” tegasnya.
​Berdasarkan SK pengangkatan PJ yang disebut tertanggal 29 Mei, pembicara menyimpulkan bahwa masa jabatan PJ seharusnya telah berakhir pada bulan November (enam bulan setelah Mei).
​”Merujuk pada SK tertanggal 29 Mei, maka masa jabatan PJ secara definitif telah demisioner. Kesimpulan ini secara otomatis menempatkan kepengurusan DPP yang ada saat ini dalam status demisioner,” ia menekankan di hadapan para peserta.
​Kesimpulan ini sontak memicu pertanyaan besar mengenai keabsahan Surat Keputusan (SK) yang telah diterbitkan oleh PJ, terutama SK yang mencantumkan masa berlaku hingga tahun 2027.
​II. Dua Opsi Krusial di Tangan Forum Internal
​Atas dasar berakhirnya masa jabatan PJ, forum Pra-Munaslub dihadapkan pada dua pilihan mendesak yang harus diputuskan saat itu juga, yang akan menentukan arah dan legitimasi kepengurusan organisasi: 
Opsi Keputusan Konsekuensi Utama
1. Mengesahkan/Mengukuhkan SK yang dibuat oleh PJ Mengakui legitimasi kepengurusan DPP hingga tahun 2027.
2. Mendemisionerkan Kepengurusan yang ada Mengakhiri kepengurusan saat ini, dengan dasar masa bakti PJ sudah berakhir.
Pembicara menekankan bahwa keputusan forum harus menjadi acuan tertinggi dan didasarkan sepenuhnya pada ketaatan terhadap AD/ART.
​III. Kritik Keras Terhadap Pola Pikir dan Budaya Organisasi
​Selain isu masa jabatan, forum juga menjadi wadah kritik tajam terhadap kondisi internal dan budaya organisasi, menyerukan perubahan fundamental:
- ​Organisasi dalam Kondisi Sakit: Pembicara secara tegas menyatakan bahwa IPJT berada dalam kondisi yang “sakit,” dan langkah-langkah strategis untuk perbaikan dinilai belum terlihat.
- ​Anti-Kultus Pendiri: Kritik keras ditujukan pada isu kultus pendiri. Peserta diperingatkan untuk tidak menjadikan pendiri seolah-olah memiliki hak veto, melainkan harus kembali menjadikan AD/ART sebagai acuan tertinggi.
- ​Inkonsistensi AD/ART: Pengurus DPP sebelumnya disorot karena dinilai tidak konsekuen dalam menjalankan AD/ART.
​Seruan Perubahan: Menghidupi, Bukan Hidup dari Organisasi
​Diskusi ditutup dengan seruan fundamental untuk perubahan pola pikir (mindset) berorganisasi, meninggalkan praktik-praktik lama:
- ​Anti-Sangu: Meninggalkan kebiasaan mengharapkan “uang saku” (sangu) setiap kali mengadakan rapat atau kegiatan.
- ​Menghidupi Organisasi: Anggota didesak untuk memiliki semangat menghidupi organisasi, dan menghindari praktik pengumpulan proposal untuk mencari dana—praktik yang dinilai rentan berujung pada penyalahgunaan.
​Terlepas dari keputusan krusial yang diambil, pembicara menutup dengan apresiasi terhadap para pendiri organisasi, termasuk Pak Syafi’i, yang telah menyatakan dukungan penuh terhadap apapun hasil keputusan anggota.
​Redaksi: Teguh
Eksplorasi konten lain dari
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
