Yogyakarta, DN-II Jalan Malioboro menjadi saksi bisu dari sebuah ritual budaya yang penuh makna, Lampah Sesaji Rabuk Ayem Nagari. Diinisiasi oleh Yayasan Taman Sesaji Nusantara dan didukung oleh berbagai komunitas budaya, acara ini adalah perwujudan dari harapan akan kedamaian dan kesejahteraan bangsa. (9/9/2025).
Dalam balutan busana adat, ratusan peserta berjalan tanpa alas kaki, bergerak dari depan Hotel Inna Garuda menuju Titik Nol Kilometer. Mereka menempuh perjalanan dalam formasi barisan yang rapi, dengan tapa bisu atau keheningan total, menciptakan suasana khusyuk yang menakjubkan.
Setiap langkah sunyi ini membawa serta sesaji yang bukan sekadar persembahan fisik, melainkan cerminan dari suasana batin para peserta. Sesaji ini berfungsi sebagai penghubung dan representasi dari kekuatan alam semesta, yang dipercaya mampu membawa tata titi tentrem kerta raharja—kehidupan yang teratur, damai, dan sejahtera, baik secara pribadi, kelompok, maupun bernegara.
Harapan dan Makna yang Mendalam
Seorang peserta bernama Tri mengungkapkan harapannya. “Saya mengikuti ritual ini agar getaran jagat raya mampu menjangkau para pejabat publik. Supaya mereka yang bertindak buruk mendapat balasan, yang berbuat curang aibnya terbongkar, yang berkhianat hidupnya sengsara,” tuturnya kepada media. 
Ungkapan ini menunjukkan adanya harapan besar dari masyarakat agar para pemimpin dapat menjalankan amanah dengan jujur.
Selain itu, ritual ini juga dimaknai sebagai cara untuk memuliakan alam. Sesaji yang dipersembahkan adalah bentuk permohonan maaf dan rasa syukur karena telah diizinkan hidup dan mengambil manfaat dari bumi.
“Ritual ini sungguh luar biasa. Para kesatria hadir lengkap dengan pakaian adat dan pusaka masing-masing untuk melakukan penyucian sesaji,” kata Ratu, seorang perempuan indigo yang turut serta. Ia menjelaskan bahwa ritual ini juga bertujuan membersihkan “kotoran batin, penyakit, serta gangguan kasar dan halus” pada setiap peserta.
Peleburan Diri dan Realitas Sosial
Eko Hand, Ketua Yayasan Taman Sesaji Nusantara, menjelaskan bahwa ritual ini bertujuan untuk melakukan peleburan secara natural dan jujur. “Ini adalah peleburan sukerta (kesialan atau karma buruk) pribadi, sekaligus respons terhadap situasi sosial dan politik yang sedang terjadi di negara ini,” ujarnya.
Secara keseluruhan, Lampah Sesaji Rabuk Ayem Nagari bukan hanya sekadar parade budaya, melainkan sebuah gerakan spiritual yang kuat, mengingatkan kita akan pentingnya introspeksi diri, harmoni dengan alam, dan harapan akan perbaikan kondisi bangsa.
Red
Eksplorasi konten lain dari
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.
